Sejauh Apa Kita Meyakini Dahsyatnya Energi Pahala?

Tidak jarang, kita sering melihat kejadian-kejadian, kisah-kisah, kelakuan baik seseorang yang tanpa pamrih, tanpa harus digaji dan dia mau melakukan sesuatu dengan gratis, karena yang dia harapkan adalah mengharapkan ridho ilahi dan pahala yang dijanjikan-Nya.

Well, dalam islam. Segala bentuk kebaikan memang berpahala. Bahkan, membuang duri di jalan pun berpahala, senyum berpahala. Apalagi casenya adalah meringankan beban orang lain, apalagi saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Itumah udah jelas laaah, berpahala.

Pertama....

Saya seringkali melihat, ada seorang bapak-bapak (kalau gak salah, mantan sekretaris sebuah pesantren), setiap pagi. Benaaar, hampir setiap pagi saya melihat dia selalu menyapu jalanan, membersihkan jalanan. Padahal, jalanan tersebut sangat amat jauh dengan rumahnya. Ya, kalau nyapu-nyapu di jalanan depan rumahnya sih, itu bukanlah hal yang aneh mungkin ya. Lah, ini. Ini, jauh banget dari rumahnya. Dia  selalu menyapu jalanan di pertigaan jalan tempat saya ngantor. Setiap pagi saya menyaksikan itu.

kadang saya berdecak kagum. “Kok bisa ya? Kok bisa ya? ada orang serajin itu? pencitraan? Entahlah, dia enggak sedang mencalonkan diri dari apapun. Saya pikir enggak sedang pencitraan hehehe. Ada energi pahala disana, karena siapapun yang bermanfaat untuk kemaslahatan ummat, untuk kemasalahatan banyak orang, penuh kebermanfaatan. Maka, itu justru yang akan menguntungkan dirinya kelak. Jika tidak terasa di dunia, yaaa wait in the akhirat aja. Akan ketemu, biasanya enggak jauh-jauh juga, orang yang baikmah di dunia juga akan ketemu, akan kerasa dalam hidupnya.

Kedua....

Saya juga tidak jarang melihat sebuah kejadian yang membuat saya kagum. Ada teman yang selalu mengajar ngaji setiap ba’da maghrib, rutin, setiap hari, tanpa kenal lelah. Padahal, siangnya dia kerja full day, pulang sore.

Saya? Saya biasanya enggak melakukan itu, karena  kalau sudah di rumah, rasanya istrihat itu nikmaaaat sekali. Namun ternyata saya salah, salah besar. Karena di sana, di luar sana. Teman saya enggak pernah mikirin capek, enggak pernah mikirin alangkah nikmatnya istirahat, enggak pernah mikirin bagaimana caranya menikmati hidup dengan assoooy. Namun, pikiran mereka melesat jauh lebih maju. Mereka mikir gimana caranya supaya  dia penuh manfaat, mereka mikir gimana caranya supaya energi kebaikan dan kebaikan terus  megalir dalam setiap jengkal kehidupan mereka.

Manfaat, manfaat dan hanya bermanfaat bagi orang lain saja sudah membahagiakan. Karena janji Allah sudah jelas, bahwa yang bermanfaat bagi orang lain. Maka, hidupnya akan di hujani pahala sesuai dengan kadar perbuatan, kadar kebaikan yang dia lakukan. Makanya, finansial menjadi urutan ke 200, mau ada yang bayar mau enggak, yang penting dia manfaat, itu udah selesai urusan. Ada yang kayak gitu? Jelaaas ada lah!

Ketiga....

Saya juga melihat case yang lain. Di TV, di koran ada yang rela keluar dari pekerjaan yang super mewah, gaji berlipat, pakaian menterengnya. Dia lepaskan, dia memilih menjadi manusia sederhana, manusia yang mengabdi di pelosok desa, manusia yang rela engga di bayar dengan gaji besar, hidup bercampur baur dengan masyarakat yang berkekurangan. Tujuanya apa? well, dia sudah meyakini sepenuh jiwa. Bahwa ada energi pahala yang membuat dirinya tetap semangat, membuat dirinya tetap tegak berdiri di atas prinsipnya yang kadang tak logis.

Dari tiga kisah di atas, dari case demi case di atas yang saya saksikan, ternyata energi pahala itu sangat spektakuler... masa bodo orang lain berpikir apa, masa bodo orang lain berpikir kalau pahala itu masih abstrak, enggak kelihatan. Toh, keyakinan akan setegar batu karang. Tidak ada yang bisa melawan, tidak ada yang bisa meruntuhkan semangat orang yang memiliki keyakinan setinggu gunung Himalaya.

Keyakinan akan energi pahala itulah yang membuat banyak manusia ramai-ramai berbuat baik.   Keyakinan seperti itulah yang membuat manusia ramai-ramai rebutan untuk menginfakan hartanya, membuat makanan enak kemudian membagikannya, puasa sunnah, puasa Ramadhan tanpa bolos, tilawah di perbanyak, dan kebaikan-kebaikan yang lainnya.

Pahala yang dijanjikan oleh Allah memang enggak kelihatan, memang abstrak, memang (bagipara atheis) meragukan keberadanya. Namun bagi kita yang meyakini bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits itu benar? Tidak ada sesuatu yang mustahil, jika kita sudah yakin dengan keesaan Allah.

Kita sungguh meyakini pahala itu benar adanya seperti kita meyakini  Lautan di belah menjadi jalan dan kemudian menenggelamkan Fir’aun. Meyakini pahala itu benar adanya senyata kita mempercayai bahwa nabi Muhammad adalah nabi yang pernah melaksanakan perjalanan dari masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha.

Terlihat heroik, terlihat abstrak, terlihat hal-hal mustahil dan penuh ketidakmungkinan kalau di lawan dengan logika. Namun bagi kami yang meyakini kebanaran agama, bahwa Islam itu benar adanya, kitab suci itu benar firman-Nya, hadits itu benar Sabda Rasulullah. Maka, tidak ada keraguan sedikitpun bagi kami untuk tetap meyakini, tetap menjalankan syarita-Nya, tetap menjauhi segala bentuk larangan-Nya dan tentu saja meyakini sepenuh hati bahwa, pahala itu nyata adanya.

Semoga kita selalu di lindungi oleh Allah, untuk tetap menjadi manusia-manusia yang menjunjung tinggi kebaikan-kebaikan, membela sepenuh jiwa kebenaran dan tak pernah sudi untuk melakukan sebentuk kejahatan apapun. Agar kita senantiasa mendapat inayah, mendapat ridha, mendapat pahala dari Allah yang maha agung.

sumber
Tags